Jumat, 04 Desember 2009

transmisi vega r 2004

SISTEM TRANSMISI VEGA R 100 CC

Mobil dan motor tidak terlepas dari sistem transmisi, sistem trasnsmisi berguna mengatur output yang dikeluarkan oleh mesin sesuai dengan kecepatan dan torsi yang diperlukan.

Transmisi Vega R

Vega R menggunakan mesin bervolume 102 cc dengan tenaga 8,5 HP atau 6,12 kW putaran maksimal yang dihasilkan adalah 7000 RPM

Transmisi vega R menggunakan sistem 2 poros yaitu poros input dan poros output. Perbandingan gigi atau rasio yang digunakan sepeda motor vega R adalah

Tingkat Gigi

Jumlah gigi

Rasio

Input

output

1

13

36

1 : 2,769

2

16

29

1 : 1,812

3

21

29

1 : 1,380

4

20

22

1 : 1000

1. Perhitungan Gigi tingkat 1

· P = 8,5 kW, n1 = 7500

· i = z2 / z1 = 36 / 13 = 2,769

· a = 100 mm

· m =

· Diameter Lingkaran jarak Bagi

d1 =

d2 =

· Kelonggaran puncak

Ck = 0,25 x m = 0,25 x 4 = 1 mm

· Diameter Kepala roda gigi

dk1 = ( z1 + 2 ) x m = ( 13 + 2 ) x 4 = 60,15 mm

dk2 = ( z2 + 2 ) x m = ( 36 + 2 ) x 4 = 152 mm

· Diameter Dasar

Df1 = ( z1 - 2 ) x m x ck = ( 13 - 2 ) x 4 x 1 = 44 mm

Df2 = ( z2 - 2 ) x m x ck = ( 36 - 2 ) x 4 x 1 = 136 mm

· Faktor Bentuk gigi

Y1 = 0,261

Y2 = 0,371 + ((0,383 – 0,371 x (2/8) = 0,377

· Kecepatan keliling

v =

· Faktor dinamis

Karena v kurang dari 20 m/s maka

· Dengan bahan baja karbon S 45 C

Kekuatan tarik : σB = 38 kg/mm2

Kekerasan : HB = 198

Tegangan lentur : σa = 30 kg/mm2

kH = 0,053

· Beban yang diizinkan persatuan lebar

FH = fv x kH x d1 x

· Tebal gigi

2. Perhitungan gigi tingkat 2

· P = 8,5 kW, n1 = 7500

· i = z2 / z1 =29 / 16 = 1,8125

· a = 100 mm

· m =

· Diameter Lingkaran jarak Bagi

d1 =

d2 =

· Kelonggaran puncak

Ck = 0,25 x m = 0,25 x 4,4 = 1,1 mm

· Diameter Kepala roda gigi

dk1 = ( z1 + 2 ) x m = ( 16 + 2 ) x 4,4 = 79,2 mm

dk2 = ( z2 + 2 ) x m = ( 29 + 2 ) x 4,4 = 136,4 mm

· Diameter Dasar

Df1 = ( z1 - 2 ) x m x ck = ( 16 - 2 ) x 4,4 x 1,1 = 67,76 mm

Df2 = ( z2 - 2 ) x m x ck = ( 29 - 2 ) x 4,4 x 1,1 = 164,56 mm

· Faktor Bentuk gigi

Y1 = 0,295

Y2 = 0,349 + ((0,358 – 0,349 x (2/3) = 0,355

· Kecepatan keliling

v =

· Faktor dinamis

Karena v kurang dari 20 m/s maka

· Dengan bahan baja karbon S 45 C

Kekuatan tarik : σB = 38 kg/mm2

Kekerasan : HB = 198

Tegangan lentur : σa = 30 kg/mm2

kH = 0,053

· Beban yang diizinkan persatuan lebar

FH = fv x kH x d1 x

· Tebal gigi

  1. Perhitungan gigi 3

· P = 8,5 kW, n1 = 7500

· i = z2 / z1 =29 / 21 = 1,38

· a = 100 mm

· m =

· Diameter Lingkaran jarak Bagi

d1 =

d2 =

· Kelonggaran puncak

Ck = 0,25 x m = 0,25 x 4 = 1 mm

· Diameter Kepala roda gigi

dk1 = ( z1 + 2 ) x m = ( 21 + 2 ) x 4 = 92 mm

dk2 = ( z2 + 2 ) x m = ( 29 + 2 ) x 4 = 124 mm

· Diameter Dasar

Df1 = ( z1 - 2 ) x m x ck = ( 21 - 2 ) x 4 x 1 = 76 mm

Df2 = ( z2 - 2 ) x m x ck = ( 29 - 2 ) x 4 x 1 = 108 mm

· Faktor Bentuk gigi

Y1 = 0,327

Y2 = 0,349 + ((0,358 – 0,349 x (2/3) = 0,355

· Kecepatan keliling

v =

· Faktor dinamis

Karena v kurang dari 20 m/s maka

· Dengan bahan baja karbon S 45 C

Kekuatan tarik : σB = 38 kg/mm2

Kekerasan : HB = 198

Tegangan lentur : σa = 30 kg/mm2

kH = 0,053

· Beban yang diizinkan persatuan lebar

FH = fv x kH x d1 x

· Tebal gigi

  1. Perhitungan gigi tingkat 4

· P = 8,5 kW, n1 = 7500

· i = z2 / z1 =22 /20 = 1,1

· a = 100 mm

· m =

· Diameter Lingkaran jarak Bagi

d1 =

d2 =

· Kelonggaran puncak

Ck = 0,25 x m = 0,25 x 4,76 = 1,19 mm

· Diameter Kepala roda gigi

dk1 = ( z1 + 2 ) x m = ( 20 + 2 ) x 4,76 = 104,72 mm

dk2 = ( z2 + 2 ) x m = ( 22 + 2 ) x 4,76 = 114,24 mm

· Diameter Dasar

Df1 = ( z1 - 2 ) x m x ck = ( 20 - 2 ) x 4 x 1 = 95,1 mm

Df2 = ( z2 - 2 ) x m x ck = ( 29 - 2 ) x 4 x 1 = 142,65 mm

· Faktor Bentuk gigi

Y1 = 0,320

Y2 = 0,327 + ((0,333 – 0,327 x (1/2) = 0,323

· Kecepatan keliling

v =

· Faktor dinamis

Karena v lebih dari 20 m/s maka

· Dengan bahan baja karbon S 45 C

Kekuatan tarik : σB = 38 kg/mm2

Kekerasan : HB = 198

Tegangan lentur : σa = 30 kg/mm2

kH = 0,053

· Beban yang diizinkan persatuan lebar

FH = fv x kH x d1 x

· Tebal gigi

  1. Perhitungan Poros

Poros terbuat dari besi S30 C-D

σB = 58 (kg/mm2), Sf1 = 6, Sf2 = 2, τa = 58/(6 x 2) =4,83 kg/mm2

· Diameter

Kt = 1,5 Cb = 2

REM ABS


Ide dibalik teknologi ABS pada dasarnya sederhana. Biasanya saat rem diinjak secara penuh, keempat roda kendaraan akan langsung mengunci. Setelah itu, mobil meluncur lurus ke depan tak bisa dikendalikan dalam posisi membelok. Ketidakstabilan itulah yang sering terjadi pada sistem rem nonABS. Hal seperti itu, tentu menimbulkan risiko kecelakaan, apalagi bila di depannya ada rintangan.

Lain lagi dengan sistem ABS. Rem ini dirancang anti mengunci dengan tujuan untuk mencegah selip. Selain itu, membantu pengemudi memantapkan kendali pada setir dalam situasi pengereman mendadak. Dengan kata lain, ABS mencegah roda kendaraan untuk mengunci, mengurangi jarak yang diperlukan untuk berhenti dan memperbaiki pengendalian pengemudi di saat pengereman mendadak.

Proses kerja ABS, yaitu saat pengemudi menginjak rem, keempat roda langsung mengunci. Namun, saat pengemudi tiba-tiba membelokkan setir ke kiri atau ke kanan, komputer secara otomatis melepas roda yang terkunci. Dengan sistem itu, maka mobil bisa dikendalikan dan dihentikan, sekaligus menghindari rintangan di depannya.

Cara kerja ABS adalah mengurangi tekanan tiba-tiba minyak/oli rem pada kaliper kanvas yang menjepit piringan rem atau teromol. Tekanan minyak rem disalurkan secara bertahap. Sehingga secara perlahan-lahan kendaraan dapat dihentikan saat pengereman mendadak,

Dalam perkembangannya sistem ABS ternyata dianggap belum cukup, sehingga para pakar otomotif pun mengembangkan teknologi pendukungnya. Piranti itu diberi nama EBD yang dirancang dengan tujuan memperpendek jarak pengereman yaitu saat rem diinjak sampai mobil benar-benar berhenti. EBD bekerja dengan memakai sensor yang memonitor beban pada tiap roda. Proses kerjanya, jika rem diinjak, maka komputer akan membagi tekanan ke setiap roda sesuai dengan beban yang dipikulnya. Dampaknya jarak pengereman menjadi semakin pendek.

Kedua piranti ABS dan EBD saling bekerja sama untuk meningkatkan keselamatan. Sensor yang berada pada setiap roda memonitor kapan roda terkunci saat pengereman. Setiap sensor memberikan sinyal ke piranti EBD untuk mengatur kapan harus melepaskan tekanan hidrolis atau memberi tekanan kembali dalam waktu singkat.

Ketika rem diinjak dan roda berputar lambat, unit EBD menentukan roda mana yang akan mengunci. Unit EBD kemudian memberi sinyal untuk mengurangi tekanan pengereman agar roda kembali berputar, hingga mencegah roda mengunci.

Teknologi rem berkembang semakin canggih. Rem tidak lagi hanya berfungsi pada saat pengemudi menginjak pedal. Teknologi itu disebut electronic stability program (ESP), atau traction control.

Sensor khusus dipasang untuk mengontrol perputaran tiap-tiap roda. Jika sebuah roda mengalami spin (berputar lebih cepat karena roda tidak menapak di permukaan jalan/ tanah), maka rem akan segera menghentikan roda itu. Selanjutnya torsi dipindahkan ke roda-roda yang menapak lebih baik, sampai roda yang mengalami spin berfungsi kembali. Rem juga akan berfungsi saat mobil mengalami understeer (terlambat menikung sehingga mobil keluar jalur) atau oversteer (menikung terlalu cepat sehingga melintir).